Seputar Masuknya Islam Ke China (1)
Berdasarkan catatan sejarah, terdapat setidaknya dua jalur utama masuknya Islam ke China. Pertama, adalah rute jalur darat, yang dikenal dengan Jalur Sutra (Silk Route). Kedua, adalah rute jalur laut, atau Jalur Rempah-rempah (Spice Route).
Jalur Sutra
Alkisah, Kaisar Dinasti Han yang bernama Kaisar Wudi, menerima suatu informasi intelijen terkait adanya suku Yuezhi yang merupakan salah satu suku barbar memiliki permusuhan dan dendam kepada suku Xiongnu yang merupakan musuh Dinasti Han. Suku Xiongnu sangat mengganggu stabilitas keamanan China sejak masa lalu, dan hingga masa Dinasti Han berkuasa, suku ini masih tetap menjadi ancaman di perbatasan. Adanya informasi tentang adanya permusuhan antara suku Yuezhi dengan suku Xiongnu, membuat kaisar menemukan ide untuk memanfaatkan permusuhan ini dalam rangka menjaga kepentingan kerajaannya. Maka diutuslah Zhang Qian ke tempat suku Yuezhi yang berada di Bokhara/Bukhara, daerah Asia Tengah. Tujuannya untuk membangun kerjasama dan pakta pertahanan dalam menghadapi ancaman suku Xiongnu.[1]
Zhang Qian berangkat bersama 100 orang dan seorang pemandu yang berasal dari suku Xiongnu sebagai penunjuk jalan. Perjalanan Zhang Qian ini tercatat sebagai perjalanan pertama bangsa China mengarungi daratan ke arah barat. Maski pada akhirnya sejarah mencatat, Zhang Qian tidak berhasil menuntaskan misinya, setelah berjalan selama belasan tahun. Namun catatan perjananan Zhang Qian dalam misi ini memberi sumbangsih penting bagi Dinasti Han dan kakaisaran China di kemudian hari.
Dalam catatannya Zhang Qian memberi informasi mengenai daerah Asia Tengah beserta informasi mengenai kondisi geografis, rute-rute perjananannya, serta kondisi masyarakatnya, yang sebelumnya tidak dikenal oleh bangsa China. Ia memberitakan bahwa sejumlah negeri yang dilewatinya memiliki hasil-hasil produksi yang kaya seperti emas, tembaga, batu giok, dan kain katun. Dan salah satu informasi paling berharga yang mendorong ekspedisi penaklukan China pertama ke wilayah barat, adalah informasi mengenai kuda-kuda bagus yang terdapat di wilayah Feghana (sekarang Uzbekistan). Menurut laporan Zhang Qian, kuda-kuda ini cocok digunakan untuk dalam peperangan menghadapi suku Xiongnu. Maka pada tahun 101 SM, Kaisar Wudi mengutus Jenderal Li Guangli untuk melakukan ekspedisi penaklukan ke wilayah Feghana, dan berhasil dengan sukses.
Informasi tentang rute perjalanan Zhang Qian dan hasil ekspedisi yang dilakukan oleh Jenderal Li Guangli telah membuka cakrawala perdagangan bangsa China ke wilayah-wilayah barat, demikian juga sebaliknya. Pada masa-masa selanjutnya, jalur-jalur perjalanan ini menemukan polanya sendiri yang menghubungkan perdagangan, informasi, dan komunikasi kebudayaan antara timur dan barat. Hingga pada tahun 1877, seorang pelancong dan geographer Jerman, Ferdinand von Richthofen, dalam catatannya menyebut konstalasi jalur yang menghubungkan timur dan barat ini sebagai ‘Seidenstrasse’ (silk road/jalan sutra) atau ‘Seidenstrassen’ (silk routes/jalur sutra).[2]
Jalur ini menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan kekaisaran China dengan Romawi. Pada masa itu, jalur ini merupakan jalur yang sangat ramai dan bersejarah. Namun pada waktu datangnya agama Islam, jalur ini sedang mengalami penurunan intensitas perdagangan. Penyebabnya adalah menurunnya pengaruh kekaisaran Romawi dan meningkatnya dominasi bangsa mongol. Sehingga jalur ini menjadi tidak aman untuk dilalui.
Adapun catatan tentang pengaruh Islam di kawasan ini bisa ditemui melalui sejarah penaklukan terhadap Persia dan Asia Tengah. Dengan kata lain, Islam baru berkembang di wilayah ini pada masa Dinasti Umayah dan Abbasiyah. Dan tidak ditemukan catatan khusus Islam masuk ke China melalui Jalur Sutra ini.
JALUR SUTRA MEMBENTANG DARI TIMUR KE BARAT SEJAUH 4,000 MILE ATAU SEKITAR 6,400 KM. JALUR DI MULAI DARI XI’AN (SIAN) YANG TERLETAK DI PESISIR SAMUDERA PASIFIK, HINGGA KE LAUT MEDITERANIA. SUMBER GAMBAR: BRITANNICA.COM/TOPIC/SILK-ROAD-TRADE-ROUTE
Jalur Rempah-rempah (Spice Route)
Berbeda dengan jalur darat, jalur laut pada masa datangnya Islam sedang mengalami perkembangan yang luar biasa. Dimana konektifitas global terjadi ke berbagai belahan dunia dengan sistem navigasi yang cukup presisi. Sehingga perjalanan laut menjadi pilihan yang lebih populer pada masa itu. Jalur laut ini dikenal dengan jalur rempah-rempah. Dinamakan demikian karena jalur ini merupakan jalur perdagangan rempah-rempah yang sudah berumur ribuan tahun. Jalur ini menghubungkan kepulauan Maluku/Halmahera, dan wilayah-wilayah di Kepulauan Nusantara, ke wilayah Asia Timur, ke Barat hingga ke Teluk Aden di semenanjung Arabia dan Madagascar di kawasan Afrika Selatan.[3]
SPICE ROUTE ATAU JALUR REMPAH MERUPAKAN SALAH SATU JALUR PELAYARAN TERTUA DI DUNIA. JALUR INI DIPERKIRAKAN SUDAH DIGUNAKAN OLEH MANUSIA SELAMA LEBIH DARI 2000 TAHUN YANG LALU. SUMBER GAMBAR : HTTP://LIZZYHOUSE.TYPEPAD.COM
Catatan pelayaran bangsa Arab dan Persia yang melalui jalur ini cukup banyak, bahkan sebelum datangnya Islam. Menurut Prof. MDYA DR. Wan Hussein Azmi, Saudagar-saudagar Muslim tercatat sudah menguasai perniagaan di Laut India pada abad 8 M. pada akhir abad ke 8 M banyak saudagar-saudagar Muslim Arab tinggal menetap di Malabar, selatan India, dan terus menyebar hingga ke bagian Timur, yang kemudian berhimpun di Kadrang/Phan Rang, Selatan Campa (Vietnam Selatan) sehingga pelabuhan ini diberi nama “Kadrang Pelaut-Pelaut Arab”. Pada tahun 745 M, ditemukan catatan bahwa di Pulau Hainan sudah berdiri kampong Po-See (Parsi), dan di tahun 758 M, beberapa catatan mengabarkan bahwa terjadi pelarian besar-besaran saudagar Arab dan Parsi dari wilayah Kanton ke Malaka, karena kampung-kampung mereka di bakar oleh masyarakat Kanton. [4]
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat Arab dan Parsi sudah menghuni wilayah China pada abad pertama hijriah. Dan besar kemungkinan jalur yang digunakan adalah jalur Laut atau Jalur Rempah (Spice Route). (APP)
Bersambung…
Catatan Kaki :
[1] Lihat, Joshua J. Mark, Silk Road, https://www.ancient.eu/Silk_Road/, Diakses 22 Oktober 2017
[2] Ibid
[3] Lihat, Charles E.M. Pearce & Frances M. Pearce, Oceanic Migration: Paths, Sequence, Timing and Range of Prehistoric Migration in the Pacific and Indian Oceans. Springer: London-New York, 2010, Hal. 75
[4] Lihat, Prof. MDYA DR. Wan Hussein Azmi, “Islam Di Aceh Masuk dan berkembangnya Hingga Abad XVI”, dalam Prof. A. Hasjmy, “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia”, Medan, PT. Al Ma’arif, 1993, Hal. 180